Kamis, 09 Agustus 2012


Setia pada Satu Pilihan
Namaku Rina. Aku adalah seorang mahasiswi jurusan ilmu komunikasi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ketika Aku harus mengingat bagaimana jerih payahku untuk bisa masuk di jurusan ilmu komunikasi itu sangatlah tidak mudah. Begitu banyak pengorbanan, hambatan, dan tentangan dari berbagai pihak. Oke sobat, Aku akan berusaha mengulang kembali
Semuanya berawal dari waktu Aku sudah kelas 3 SMA dan sudah memasuki detik-detik Ujian Nasional. Seharusnya, dalam waktu sesingkat itu Aku sudah harus punya bayangan atau rencana tentang jurusan apa yang harus kupilih dan universitas mana yang harus aku pilih. Akan tetapi, pada kenyataannya aku belum tahu. Sama sekali belum tahu. Sementara itu, Aku melihat teman-temanku sudah mempersiapkan rencana yang begitu matang tentang itu semua.
Akhirnya, pada suatu ketika aku memutuskan untuk pergi ke ruang BK dan mengkonsultasikan semua permasalahan tentang rencana belajarku selanjutnya.
“Assalamu’alaikum, Bu.”
“Wa’alaikumsalam, Rin. Ayo masuk. Duduk sini aja.” kata Bu Yustin salah satu guru BK di sekolahku
“Ada apa kamu kesini. Tumben banget.”
“Hehe, iya, Bu. Sebenarnya saya kesini ingin menanyakan sesuatu.
“Sesuatu apa?”
“Begini, Bu, sampai sekarang saya masih belum tahu bagaimana rencana kuliah saya. Saya masih bingung harus mengambil jurusan apa dan universitas mana yang harus saya pilih. Saya takut, kalau nanti mendekati pendaftaran SNMPTN undangan dan SNMPTN tulis saya masih belum menetukan apa-apa.”
“Oh begitu. Sekarang saya mau tanya. Menurutmu bakat kamu apa?”
“Hmmmm. Yang jelas saya suka terhadap hal-hal yang berhubungan dengan public speaking, Bu. Saya suka mempelajari bagaimana menjadi public speaker yang baik.”
“Kalau begitu, saya sarankan kamu mengambil jurusan ilmu komunikasi.”
“Komunikasi? Kenapa Ibu menyarankan saya untuk mengambil jurusan itu?”
“Ya, Rin. Karena Ibu merasa kamu cocok dengan jurusan itu. Oh ya, tapi ada satu hal yang harus kamu tahu bahwa ilmu komunikasi itu jurusan IPS sedangkan kamu adalah anak IPA.Kalau kamu ingin mengambil jurusan itu, kamu harus benar-benar mempelajari pelajaran IPS.”
“Oh begitu. Lalu bagaimana dengan universitasnya, Bu?”
“Kamu bisa pilih Universitas Airlangga atau Universitas Gajah Mada. Itu sama-sama bagusnya kok. Cuma kalau boleh Ibu berpendapat, jangan terlalu berambisi terhadap universitas yang bagus. Soalnya, semakin bagus universitas maka saingan kamu juga akan lebih berat. Oleh karena itu, Ibu menyarankan kalau kamu sudah merasa cocok dengan jurusan yang kamu ambil, maka kalaupun kamu tidak diterima di universitas yang bagus kamu harus tetap pertahankan jurusan yang kamu pilih itu. Karena, meskipun kamu diterima di universitas yang bagus, tapi kamu tidak merasa cocok dengan jurusan yang kamu pilih, itu semua akan sia-sia saja. Percayalah, banyak orang sukses yang lahir bukan semata-mata karena universitasnya, tetapi karena mereka benar-benar mencintai jurusan yang mereka pilih.”
“Baiklah, Bu. Semoga saja dengan penggambaran yang sejelas ini, saya bisa menetukan mana yang terbaik untuk masa depan saya.”
“Iya, Rin. Amin. Semoga kamu diberikan yang terbaik.”
“Amin, Bu.”
Setelah mendapatkan penggambaran dari Bu Yustin tadi, Aku merasa ada secercah harapan yang timbul di dalam diriku sendiri. “Semoga saja, ini adalah petunjuk untuk mengarahkanku menuju masa depan yang terbaik.” do’aku dalam hati
…………
Pendaftaran SNMPTN undangan sudah mulai dibuka. Dan Aku merasa bahwa keyakinanku untuk memilih jurusan komunikasi sudah semakin mantap. Akhirnya, dengan bekal keyakinan itulah Aku memutuskan untuk memilih jurusan komunikasi di Universitas Gajah Mada dan Universitas Airlangga.
………….
Waktu berlalu begitu lama, hingga akhirnya pengumuman SNMPTN undangan itu telah tiba. Akan tetapi, setelah diketahui hasilnya, semuanya nihil. Ya, Aku dinyatakan GAGAL.
Sejujurnya, walaupun banyak orang yang bilang supaya jangan terlalu berharap pada SNMPTN undangan, akan tetapi pada kenyataanya Aku sudah terlanjur mengharapkan itu. Akhirnya, karena harapan yang terlalu besar itulah, waktu dinyatakan GAGAL, Aku merasa diriku benar-benar terpuruk. Aku menangis, menangis, dan menangis, hingga waktu itu Aku tidak sanggup untuk berucap apa-apa.
Ketika mendengar banyak teman-teman yang sudah dinyatakan berhasil dalam SNMPTN undangan, Aku mersa senang sekaligus mersa kecewa dengan diriku sendiri. Aku merasa iri dengan mereka. Mereka begitu beruntung.
Banyak dorongan dan motivasi yang diberikan oleh orang-orang disekelilingku. Mulai dari teman, keluarga, hingga guru-guruku. Mereka mengatakan bahwa masih banyak jalan di depan sana jika kamu mau berusaha untuk mencarinya.
Berkat dorongan dan motivasi itulah, Aku merasa Aku harus bangkit dari semua keterpurukan ini dan mulai mengejar semua keberhasilanku yang tertunda.
………….
Akhirnya, jika SNMPTN undangan gagal, maka Aku harus ikut SNMPTN tulis. Begitu berat. Karena, Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang pelajaran IPS. Ditambah lagi waktu yang tersisa sangatlah singkat. Aku merasa sangatlah tidak cukup untuk mempeljari pelajaran yang begitu banyaknya dalam waktu sesingkat itu. Akan tetapi, walaupun berat, Aku harus mencobanya.
Dengan jurusan yang masih sama saat SNMPTN undangan dan dengan universitas yang sama pula, Aku mulai mencoba.
………….
Setelah lama menunggu hampir 1 bulan, akhirnya pengumuman SNMPTN tulis tiba. Setelah diketahui hasilnya, Aku benar-benar merasa terpuruk untuk yang kedua kalinya. Yang ini, mungkin adalah yang paling buruk. Karena, SNMPTN tulis adalah harapanku satu-satunya.
Waktu itu, Aku merasa benar-benar menjadi orang yang tidak beruntung. Aku dinyatakan GAGAL untuk yang kedua kalinya. Perasaanku campur aduk antara sedih, kecewa, malu, semuanya bergabung menjadi satu. Sungguh menyedihkan
Sejak itu, Aku merasa harapanku untuk bisa kuliah sudah mulai sirna. Aku tidak tahu lagi bagaimana harus melangkah.
…………….
Karena SNMPTN undangan dan tulis sudah gagal, otomatis AKu harus menempuh jalur mandiri yang tentunya biayanya tidaklah murah. Semuanya membutuhkan dana yang besar. Tapi mau bagaimana lagi. Hanya jalan ini yang bisa Aku harapkan sekarang.
Akhirnya, Aku mendaftarkan diri di Universitas Sebelas Maret jalur swadana. Aku tetap setia memilih jurusan komunikasi . Akan tetapi, ketika memilih jurusan ini, orang tuaku sedikit keberatan. Karena,ketika memilih jurusan itu, aku mengalami banyak hambatan. Jurusan komunikasi memang banyak sekali peminatnya, dan greatnya pun sangatlah tinggi.
Karena jalur swadana ini adalah harapan satu-satunya, maka orang tuaku menyarankanku untuk memilih jurusan selain komunikasi yang peminatnya lebih sedikit dan peluang masuknya lebih besar. Akan tetapi, Aku tetap bersikeras dengan jurusan itu. Karena, Aku takut jika nanti Aku diterima di jurusan yang bukan komunikasi, Aku akan merasa tersiksa.
Dengan bekal nekat, akhirnya Aku tetap memilih jurusan komunikasi. Walaupun, mendapat banyak tentangan, Aku tidak peduli.
………….
Waktu pengumuman pun tiba. Akhirnya Allah menjawab do’aku selama ini. Aku begitu bahagia dan bersyukur telah diterima di Universitas Sebelas Maret melalui jalur swadana ini.
Dengan bekal kesetiaanku pada komunikasi dan dengan bekal kesabaranku selama ini, semua air mata, dan semua pengorbanan yang telah Aku lakukan akhirnya terbalas sudah. Aku memang tidak punya bekal apa-apa tentang pelajaran IPS, tapi setidaknya aku punya bekal kemauan dan kesetiaan untuk tetap memilih jurusan komunikasi. Hanya itulah bekalku dan hanya itulah yang bisa kuperjuangkan.




0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates