Oleh: Arina Rohmatul H.
Memasuki tahun ketiga di Kota
Bengawan, sejujurnya baru satu event yang berhasil kuikuti. Event itu adalah
SIPA (Solo International Parade Art). Selain SIPA, sebenarnya aku sangat
tertarik untuk mengikuti event-event budaya yang lain seperti SBC (Solo Batik
Carnival), ataupun berbagai kegiatan keraton ketika hari-hari besar islam. Namun sayangnya, ketika event itu
dilaksanakan, ada suatu kepentingan yang membuatku tidak bisa untuk
mengikutinya.
Tapi tak apalah. Dengan melihat
SIPA, setidaknya sudah membuatku bangga dengan rumah keduaku ini. Dari event
tersebut aku bisa menyaksikan bagaimana budaya-budaya yang ada di negeri ini
tidak kalah dengan budaya negara lain, bahkan lebih mengagumkan. Budaya-budaya
itu disatukan dalam satu panggung di sebuah mahakarya budaya yang tak bisa
untuk dilupakan.
Waktu itu, aku menonton bersama
dengan teman-temanku. Meskipun berdesak-desakan, rasa penasaranku tidak bisa
dibendung. Akhirnya, setelah bisa masuk ke dalam, aku bisa melihat bagaimana
event SIPA itu digelar. Bertempat di Benteng Vastenburg, semakin menguatkan
suasana tradisional yang anggun. Di sana aku bisa menikmati tarian-tarian dari
Jepang, Cina, Korea, dan beberapa negara lain. Selain mengagumi tempat dan
konsep pertunjukannya yang megah, aku juga menaruh kekaguman pada budaya negeri
kita sendiri. Tarian-tarian dari negara kita tidaklah kalah dengan tarian
negara lain. Bahkan menurutku lebih bagus. Ya, itu adalah pengakuan yang jujur
dan bukan dibuat-buat.
Aku ingin bisa megikuti terus event
budaya yang diadakan di kota ini. Aku ingin memamerkan kegiatan-kegiatan itu
kepada teman, sahabat, orang tua, dan siapapun yang tak mengenal Kota Solo
lebih dalam. Karena entah kenapa, ketika pulang ke Kediri dan ditanya tentang
bagaimana tinggal di Kota Solo, aku merasa harus menceritakan kepada mereka
tentang keunggulan, kemegahan, dan keagungan kota ini. Ada semacam perasaan
tidak terima apabila ada orang yang meremehkan apa yang ada di sini. Tidak terima
apabila kota ini dijuluki sebagai kota yang penuh dengan teroris, ataupun
julukan-julukan lain. Dengan perasaan semacam itu, aku tidak bisa mengelak bahwa
lama kelamaan Kota Bengawan ini seperti menjadi rumah kedua bagiku.
Harapanku untuk kegiatan-kegiatan
budaya yang ada di sini bisa dipertahankan, dilestarikan, dan kalau perlu
ditambah variasinya. Mengingat Kota Solo sendiri diusulkan menjadi bagian dari
tujuh kota ajaib di dunia versi New 7 Wonders, tentunya kita tidak ingin apabila
budaya yang dengan susah payah dibangun harus lenyap begitu saja. Sebagai
pendatang, sekali lagi aku ikut bangga dan bahagia bisa menjadi salah satu
keluarga besar dari warga Kota Bengawan. Biarlah apapun kata orang di luar sana
tentang kota ini, yang penting mari kita tunjukkan bahwa Kota Solo adalah kota
budaya yang dibalik kesederhanaanya ternyata menyimpan keagungan dan kemegahan.
Solo Spirit of Java
0 komentar:
Posting Komentar