Setia
pada Satu Pilihan
Namaku Rina. Aku adalah seorang mahasiswi jurusan ilmu
komunikasi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ketika Aku harus mengingat
bagaimana jerih payahku untuk bisa masuk di jurusan ilmu komunikasi itu
sangatlah tidak mudah. Begitu banyak pengorbanan, hambatan, dan tentangan dari
berbagai pihak. Oke sobat, Aku akan berusaha mengulang kembali
Semuanya berawal dari waktu Aku sudah kelas 3 SMA dan sudah
memasuki detik-detik Ujian Nasional. Seharusnya, dalam waktu sesingkat itu Aku
sudah harus punya bayangan atau rencana tentang jurusan apa yang harus kupilih
dan universitas mana yang harus aku pilih. Akan tetapi, pada kenyataannya aku
belum tahu. Sama sekali belum tahu. Sementara itu, Aku melihat teman-temanku
sudah mempersiapkan rencana yang begitu matang tentang itu semua.
Akhirnya, pada suatu ketika aku memutuskan untuk pergi ke
ruang BK dan mengkonsultasikan semua permasalahan tentang rencana belajarku
selanjutnya.
“Assalamu’alaikum, Bu.”
“Wa’alaikumsalam, Rin. Ayo masuk. Duduk sini aja.” kata Bu
Yustin salah satu guru BK di sekolahku
“Ada apa kamu kesini. Tumben banget.”
“Hehe, iya, Bu. Sebenarnya saya kesini ingin menanyakan
sesuatu.
“Sesuatu apa?”
“Begini, Bu, sampai sekarang saya masih belum tahu bagaimana
rencana kuliah saya. Saya masih bingung harus mengambil jurusan apa dan
universitas mana yang harus saya pilih. Saya takut, kalau nanti mendekati
pendaftaran SNMPTN undangan dan SNMPTN tulis saya masih belum menetukan
apa-apa.”
“Oh begitu. Sekarang saya mau tanya. Menurutmu bakat kamu
apa?”
“Hmmmm. Yang jelas saya suka terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan public speaking, Bu. Saya suka mempelajari bagaimana menjadi
public speaker yang baik.”
“Kalau begitu, saya sarankan kamu mengambil jurusan ilmu
komunikasi.”
“Komunikasi? Kenapa Ibu menyarankan saya untuk mengambil
jurusan itu?”
“Ya, Rin. Karena Ibu merasa kamu cocok dengan jurusan itu.
Oh ya, tapi ada satu hal yang harus kamu tahu bahwa ilmu komunikasi itu jurusan
IPS sedangkan kamu adalah anak IPA.Kalau kamu ingin mengambil jurusan itu, kamu
harus benar-benar mempelajari pelajaran IPS.”
“Oh begitu. Lalu bagaimana dengan universitasnya, Bu?”
“Kamu bisa pilih Universitas Airlangga atau Universitas
Gajah Mada. Itu sama-sama bagusnya kok. Cuma kalau boleh Ibu berpendapat, jangan
terlalu berambisi terhadap universitas yang bagus. Soalnya, semakin bagus
universitas maka saingan kamu juga akan lebih berat. Oleh karena itu, Ibu
menyarankan kalau kamu sudah merasa cocok dengan jurusan yang kamu ambil, maka
kalaupun kamu tidak diterima di universitas yang bagus kamu harus tetap
pertahankan jurusan yang kamu pilih itu. Karena, meskipun kamu diterima di
universitas yang bagus, tapi kamu tidak merasa cocok dengan jurusan yang kamu
pilih, itu semua akan sia-sia saja. Percayalah, banyak orang sukses yang lahir
bukan semata-mata karena universitasnya, tetapi karena mereka benar-benar
mencintai jurusan yang mereka pilih.”
“Baiklah, Bu. Semoga saja dengan penggambaran yang sejelas
ini, saya bisa menetukan mana yang terbaik untuk masa depan saya.”
“Iya, Rin. Amin. Semoga kamu diberikan yang terbaik.”
“Amin, Bu.”
Setelah mendapatkan penggambaran dari Bu Yustin tadi, Aku
merasa ada secercah harapan yang timbul di dalam diriku sendiri. “Semoga saja, ini adalah petunjuk untuk
mengarahkanku menuju masa depan yang terbaik.” do’aku dalam hati
…………
Pendaftaran SNMPTN undangan sudah mulai dibuka. Dan Aku
merasa bahwa keyakinanku untuk memilih jurusan komunikasi sudah semakin mantap.
Akhirnya, dengan bekal keyakinan itulah Aku memutuskan untuk memilih jurusan
komunikasi di Universitas Gajah Mada dan Universitas Airlangga.
………….
Waktu berlalu begitu lama, hingga akhirnya pengumuman SNMPTN
undangan itu telah tiba. Akan tetapi, setelah diketahui hasilnya, semuanya
nihil. Ya, Aku dinyatakan GAGAL.
Sejujurnya, walaupun banyak orang yang bilang supaya jangan
terlalu berharap pada SNMPTN undangan, akan tetapi pada kenyataanya Aku sudah
terlanjur mengharapkan itu. Akhirnya, karena harapan yang terlalu besar itulah,
waktu dinyatakan GAGAL, Aku merasa diriku benar-benar terpuruk. Aku menangis,
menangis, dan menangis, hingga waktu itu Aku tidak sanggup untuk berucap
apa-apa.
Ketika mendengar banyak teman-teman yang sudah dinyatakan
berhasil dalam SNMPTN undangan, Aku mersa senang sekaligus mersa kecewa dengan
diriku sendiri. Aku merasa iri dengan mereka. Mereka begitu beruntung.
Banyak dorongan dan motivasi yang diberikan oleh orang-orang
disekelilingku. Mulai dari teman, keluarga, hingga guru-guruku. Mereka
mengatakan bahwa masih banyak jalan di depan sana jika kamu mau berusaha untuk
mencarinya.
Berkat dorongan dan motivasi itulah, Aku merasa Aku harus
bangkit dari semua keterpurukan ini dan mulai mengejar semua keberhasilanku
yang tertunda.
………….
Akhirnya, jika SNMPTN undangan gagal, maka Aku harus ikut
SNMPTN tulis. Begitu berat. Karena, Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang
pelajaran IPS. Ditambah lagi waktu yang tersisa sangatlah singkat. Aku merasa
sangatlah tidak cukup untuk mempeljari pelajaran yang begitu banyaknya dalam
waktu sesingkat itu. Akan tetapi, walaupun berat, Aku harus mencobanya.
Dengan jurusan yang masih sama saat SNMPTN undangan dan
dengan universitas yang sama pula, Aku mulai mencoba.
………….
Setelah lama menunggu hampir 1 bulan, akhirnya pengumuman
SNMPTN tulis tiba. Setelah diketahui hasilnya, Aku benar-benar merasa terpuruk
untuk yang kedua kalinya. Yang ini, mungkin adalah yang paling buruk. Karena,
SNMPTN tulis adalah harapanku satu-satunya.
Waktu itu, Aku merasa benar-benar menjadi orang yang tidak
beruntung. Aku dinyatakan GAGAL untuk yang kedua kalinya. Perasaanku campur
aduk antara sedih, kecewa, malu, semuanya bergabung menjadi satu. Sungguh
menyedihkan
Sejak itu, Aku merasa harapanku untuk bisa kuliah sudah
mulai sirna. Aku tidak tahu lagi bagaimana harus melangkah.
…………….
Karena SNMPTN undangan dan tulis sudah gagal, otomatis AKu
harus menempuh jalur mandiri yang tentunya biayanya tidaklah murah. Semuanya
membutuhkan dana yang besar. Tapi mau bagaimana lagi. Hanya jalan ini yang bisa
Aku harapkan sekarang.
Akhirnya, Aku mendaftarkan diri di Universitas Sebelas Maret
jalur swadana. Aku tetap setia memilih jurusan komunikasi . Akan tetapi, ketika
memilih jurusan ini, orang tuaku sedikit keberatan. Karena,ketika memilih
jurusan itu, aku mengalami banyak hambatan. Jurusan komunikasi memang banyak
sekali peminatnya, dan greatnya pun sangatlah tinggi.
Karena jalur swadana ini adalah harapan satu-satunya, maka
orang tuaku menyarankanku untuk memilih jurusan selain komunikasi yang
peminatnya lebih sedikit dan peluang masuknya lebih besar. Akan tetapi, Aku
tetap bersikeras dengan jurusan itu. Karena, Aku takut jika nanti Aku diterima
di jurusan yang bukan komunikasi, Aku akan merasa tersiksa.
Dengan bekal nekat, akhirnya Aku tetap memilih jurusan
komunikasi. Walaupun, mendapat banyak tentangan, Aku tidak peduli.
………….
Waktu pengumuman pun tiba. Akhirnya Allah menjawab do’aku
selama ini. Aku begitu bahagia dan bersyukur telah diterima di Universitas
Sebelas Maret melalui jalur swadana ini.
Dengan bekal kesetiaanku pada komunikasi dan dengan bekal
kesabaranku selama ini, semua air mata, dan semua pengorbanan yang telah Aku
lakukan akhirnya terbalas sudah. Aku memang tidak punya bekal apa-apa tentang
pelajaran IPS, tapi setidaknya aku punya bekal kemauan dan kesetiaan untuk
tetap memilih jurusan komunikasi. Hanya itulah bekalku dan hanya itulah yang
bisa kuperjuangkan.
0 komentar:
Posting Komentar