Minggu, 29 Desember 2013

Harapan itu masih ada

HARAPAN ITU MASIH ADA
Tema: Keyakinan untuk sukses
Oleh: Arina Rohmatul H.
Ketika berada di bangku kuliah, orientasi pemikiranku untuk berprestasi sudah berubah. Ketika dulu masih menjadi seorang siswi, aku lebih sering mengikuti perlombaan yang mengasah kemampuan public speaking ku. Tapi sekarang semuanya berbeda. Aku sudah mencari berbagai informasi tentang lomba pidato, membaca puisi, ataupun yang lain, namun hasilnya hampir tidak ada.
Setiap kali mencari, selalu saja kutemui perlombaan yang berhubungan dengan menulis. Entah itu artikel, cerpen, karya tulis ilmiah, ataupun puisi. Jujur saja, aku merasa sedikit kaget dan resah. Karena dulu saat masih sekolah, aku tidak terlalu terbiasa mengikuti lomba menulis. Kalaupun ikut, pasti itu jenisnya adalah lomba karya tulis. Dan itu hanya sekitar dua kali dalam satu tahun.
Dengan begitu, akhirnya aku berubah tujuan. Bagaimanapun caranya aku harus menulis. Menulis dan menulis. Karena kalau tidak seperti itu, kapan lagi akan bisa berprestasi, dan membanggakan kedua orang tua. Meskipun tidaklah mudah, tapi aku selalu menanamkan suatu pemikiran dan juga keyakinan bahwa aku pasti bisa. Berusaha mencoba masih lebih baik daripada hanya berdiam diri, tidak melakukan sesuatu, dan hanya berharap kesuksesan datang begitu saja.
Aku mulai menulis segala macam tulisan, baik artikel, karya tulis ilmiah, cerpen, ataupun puisi, lalu kukirim ke berbagai lomba. Aku sadar diri bahwa sebagai pemula dalam menulis (sebut saja seperti itu), banyak kekurangan dalam tulisanku. Gaya bahasa, ejaan yang belum sempurna, dan masih banyak lagi. Alhasil, sudah tak terhitung berapa kali aku mencoba mengirim tulisanku ke berbagai ajang lomba menulis, namun tak ada satu pun yang berhasil masuk. Bahkan masuk nominasi pun tidak. Tidak tahu apakah itu karena kurang beruntung, atau memang murni karena tulisanku belum memenuhi standar untuk bisa disebut sebagai tulisan yang baik.
Berdasarkan hal itu, setiap kali aku menemui perlombaan yang ada hubungannya dengan menulis, aku sudah merasa minder dan takut duluan. Seakan-akan sudah tertanam dalam pikiranku bahwa tulisanku tidak akan pernah menang. Masuk finalis saja seperti mustahil rasanya. Selalu seperti itu. Padahal aku sudah semaksimal mungkin mengerahkan segala usahaku untuk mencapai apa yang kuinginkan. Bahkan setiap selesai ibadah, selalu tak lupa aku memohon supaya ada kabar baik yang menghampiri tentang tulisan-tulisan yang
kubuat. Kupanjatkan do’a supaya ada satu kesempatan saja untukku merasa bahagia karena tulisanku berhasil menjadi juara. Satu saja. Setidaknya itu akan menjadikanku bersemangat untuk tetap menulis. Karena aku sendiri tidak ingin bila harus berhenti menulis karena tulisan yang tidak pernah menang.
Ketika berkali-kali mengikuti lomba menulis, dan berkali-kali pula ditolak, pada suatu kesempatan Tuhan menjawab do’aku. Saat itu, temanku mengatakan bahwa ada lomba essay yang diadakan oleh Open Government Indonesia. Semacam mengungkapkan ide atau gagasan untuk Indonesia yang lebih baik. Melihat pihak yang mengadakan lomba itu, aku merasa tertarik untuk mengikutinya. Meskipun seperti biasa, perasaan minder dan takut sudah menyergap duluan, tapi aku tetap memutuskan untuk ikut. Akhirnya aku membuka internet dan browsing seputar lomba itu. Dalam persyaratan yang telah ditetapkan, peserta boleh berkelompok, dan aku mengajak temanku sekelas untuk mencoba peruntungan di lomba itu.
Kita berdua berkonsultasi dengan beberapa dosen untuk menentukan judul apa yang akan kita angkat dalam essay. Setelah berkonsultasi, akhirnya kita memutuskan untuk mengangkat sebuah judul tentang persembahan anak-anak difabel baik berupa skill ataupun hasil karya melalui Televisi Republik Indonesia (TVRI). Sebenarnya kita ingin mengerjakan essay itu jauh-jauh hari sebelum batas terakhir pengumpulan. Namun, karena tugas yang menumpuk, mengingat akhir semester selalu seperti itu, akhirnya mau tidak mau, kita baru bisa mengerjakan sehari sebelum tanggal pengumpulan dan itu malam hari sekitar pukul 21.00 WIB. Benar-benar mepet.
Ketika sudah selesai, aku dan temanku memasrahkan semua hasil tulisan kita. Selain hasilnya yang kurang maksimal mengingat waktu pengerjaan begitu dekat dengan batas akhir pengumpulan, sebenarnya kita berdua sering mengirim tulisan untuk diikutkan dalam lomba menulis, hanya saja belum ada yang berhasil menjadi juara. Sehingga kita sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Setelah lama menanti pengumuman, akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Pada waktu itu, aku sebenarnya tidak ingat kapan akan diumumkan peserta yang lolos ke tahap selanjutnya. Dan akhirnya ketika bangun tidur sekitar pukul 02.45 WIB, di handphone ada message dari temanku bahwa tulisan kita berdua masuk ke dalam 50 besar terbaik dari 3000 naskah yang ada. Sontak aku terkaget melihat pesan itu. Mata yang semula masih terkantuk-kantuk menjadi terang benderang ketika membaca berita menggembirakan itu.
Aku dan temanku merasa senang, bahagia, dan tidak tahu apa yang harus diungkapkan. Karena ini seperti angin segar untuk kita berdua setelah sekian lama menanti kapan saat seperti ini akan tiba. Kita bersyukur karena bisa masuk menjadi 50 besar terbaik,
meskipun penjuriannya belum berhenti sampai di situ saja. Sebenarnya setelah tahap 50 besar, akan dilakukan penilaian lagi untuk menentukan 10 besar yang akan menjadi finalis di Jakarta, sekaligus penentuan siapa yang akan berlibur ke Raja Ampat untuk juara pertama.
Pada tahap penentuan 10 finalis, kita diberi kesempatan untuk merevisi tulisan yang sebelumnya. Dan setelah proses revisi selesai, kita menunggu lagi untuk pengumuman 10 finalisnya. Pada tahap ini, 50 naskah yang masuk dinilai oleh lima juri, dan hasil dari masing-masing juri selalu di-update melalui web resmi Open Government Indonesia. Pada penjurian awal, tulisan kita berhasil menempati peringkat pertama. Namun sayangnya, semakin banyak juri yang menilai, peringkat kita semakin turun. Semula berada paling atas, kemudian turun sedikit demi sedikit, dan di akhir penjurian, kita menempati posisi ke-17. Setelah dilihat, sebenarnya selisih angka yang kita dapat tidak terlalu jauh dengan naskah yang menjadi 10 besar. Mungkin kita masih belum beruntung.
Tapi aku dan temanku sudah sangat bersyukur dengan apa yang baru kita dapat. Meskipun masih berhenti di peringkat 17 dari 50 besar, dan masuk menjadi 50 besar dari 3000 naskah yang masuk, kita merasa bangga. Karena bagi kami itu sudah prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya.
Aku merasa bahwa ini adalah awal dari kesuksesanku selanjutnya. Walau memang juara satu belum berhasil didapatkan, tapi ini berasa seperti pijakan awal yang akan menuntunku menuju sebuah kesuksesan besar nantinya. Temanku pernah berkata bahwa seorang penulis hebat, tulisannya pernah ditolak hampir 90 kali untuk bisa dimuat. Sedangkan aku belumlah seberapa.
Sejak saat itu, semangat yang semula terasa redup, sekarang mulai bersinar lagi. Semakin hari keyakinanku semakin kuat. Tuhan tidaklah tidur. Dia selalu melihat bagaimana usaha hamba-Nya untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Aku percaya bila suatu saat nanti, jerih payahku selama ini akan terbalas. Aku hanya perlu bersabar untuk menunggu kapan saat itu tiba. Aku selalu memikirkan bahwa Tuhan sedang mencari dan memilihkan waktu yang tepat untukku.
Tuhan, jadikan peluhku selama ini adalah kebaikan. Jadikan setiap tetesan air mata yang terjatuh adalah mutiara. Berikan yang terbaik atas apa yang aku lakukan. Berikan pula kekuatan untuk aku melangkah dan tunjukkan arah kemana aku harus berjalan. Jadikan diriku menjadi orang yang tetap mengingat-Mu, percaya akan kebesaran-Mu, dan penuhilah aku dengan keikhlasan atas takdir-Mu.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates