Minggu, 25 Agustus 2013


IMAJERI GENERASI MUDA INDONESIA

             Generasi muda adalah generasi pemilik masa depan. Ketika kita berbicara mengenai generasi muda, maka yang akan muncul dalam benak kita adalah gambaran mengenai sosok yang beridealisme tinggi, aktor sebagai  agen of change, dan juga tentang generasi muda yang memiliki semangat tinggi dalam membawa perubahan bagi negara.  Generasi muda atau yang biasa kita sebut sebagai pemuda sudah mulai menunjukkan eksistensinya yang dimulai pada bulan Mei tahun 1908. Pada tahun tersebut seorang pemuda yang bernama Sutomo beserta dengan kawan-kawannya yang merasa tergugah hatinya dengan keadaan yang menimpa masyarakat Indonesia atau khususnya masyarakat Jawa, membentuk sebuah organisasi pemuda yang bernama Budi Utomo. Organisasi inilah yang pada akhirnya menjadi sebuah tonggak sejarah bagi perkembangan pergerakan nasional di Indonesia.  
              Semangat dan juga idealisme yang tinggi demi memperjuangkan nasib rakyat Indonesia yang rindu akan kemerdekaan dari imperialisme bangsa asing, membuat Sutomo dan rekan-rekannya tidak tinggal diam. Dengan mendirikan sebuah organisasi pemuda, menunjukkan bahwa sekelumit pemuda ini berani untuk terjun dan ikut campur dalam dunia politik yang pada saat itu sedang dikuasai oleh politik kolonial Belanda. 
Dengan selintas sejarah mengenai bagaimana para pemuda berjuang dalam dunia perpolitikan demi menentang politik kolonial Belanda, bukankah sudah menjadi sebuah tanda bahwa sebenarnya politik di negeri ini membutuhkan campur tangan para pemuda?
              Sementara itu, kebebasan berpendapat diatur dalam pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (http://id.wikisource.org, 29 Maret 2013:09.39). Kemerdekaan berpendapat yang sudah diatur dalam UUD 1945 tersebut juga sejalan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas" (http://hukumonline.com, 29 Maret 2013:09.41).
            Dengan selintas sejarah tentang bagaimana kiprah para pemuda dalam perpolitikan Indonesia, serta dengan adanya jaminan hukum mengenai kebebasan berpendapat seperti yang terdapat dalam UUD 1945 dan juga Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, tentu menjadi sebuah jawaban yang cukup bahwa siapa saja, tidak terkecuali para generasi muda berhak untuk tidak hanya bicara, bahkan melakukan sebuah aksi dalam segala bidang apalagi dalam politik. Hal ini memiliki relevansi apabila dihubungkan dengan pernyataan dari Andrik Purwasito dalam bukunya yang berjudul Pengantar Studi Politik (2011) bahwa pelaku politik adalah warga negara dalam suatu wilayah yuridiksi nasional dan setiap warga negara mempunyai hak serta kewajiban dalam politik. Lebih dari itu, misalnya saja ada seorang anak kecil yang sudah mengerti tentang politik itu seperti apa, maka tidak ada larangan baginya untuk berbicara mengenai hal itu. Dia berhak untuk menyampaikan pendapatnya ataupun aspirasinya walaupun dia hanyalah seorang anak yang masih berusia 5 tahun.
            Di samping itu, para pejabat pemerintah yang duduk di kursi pemerintahan, misalnya saja seorang presiden. Dalam pasal 1 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/1999 Tentang Tata Cara Pencalonan Dan Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia (http://tatanusa.co.id, 27 Maret 2013:20.24) disebutkan bahwa persyaratan seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden harus sudah berusia 40 tahun. Kalau dari persyaratan calon presidennya saja sudah seperti itu, maka tentunya kita bisa melihat bahwa para pejabat yang duduk di kursi pemerintahan bukanlah seseorang yang muda lagi. Mereka adalah para generasi tua yang tugasnya adalah membuat keputusan, kebijakan, dan menciptakan suatu tatanan sosial dalam masyarakat. Dari hal inilah, jika dipikir secara logika, kalau yang membuat kebijakan ataupun keputusan adalah para generasi tua, siapakah yang akan menentang jika ada kesalahan dalam kebijakan tersebut? Siapakah yang akan membenarkan jika ada yang perlu dibenarkan di dalamnya? Siapakah yang akan menilai bagaimana kinerja pemerintah dalam merumuskan kebijakan? Siapakah yang akan melakukan semua itu kalau bukan kita para generasi muda. Bahkan dalam pidatonya saja, Faisal Bashri (Sabtu, 23 Maret 2013: 15.25) mengatakan bahwa jangan mau diperintah sama yang tua-tua yang tidak mau berpikir lagi.
            Dengan demikian, ketika kita berbicara mengenai apakah generasi muda boleh berbicara mengenai politik, tentu saja jawabannya adalah boleh. Tidak hanya karena catatan sejarah yang menjelaskan bagaimana kiprah pemuda ataupun karena adanya kebebasan berpendapat yang sudah ada jaminan hukumnya, tetapi yang paling penting dari semua ini adalah tentang bagaimana peran dari generasi muda itu sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa generasi muda adalah generasi pemilik masa depan. Generasi muda adalah generasi penerus bangsa sekaligus generasi penentu yang akan menentukan akan dibawa kemana negeri ini. Apakah negeri ini akan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, apakah akan mengalami kondisi yang sama seperti sebelumnya, atau apakah justru lebih buruk dari sebelumnya, semua jawabannya tergantung dari para pemuda.   
            Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, para pemuda tentu membutuhkan sebuah alat untuk menjawabnya. Dan alat yang mereka butuhkan saat ini adalah dengan menggunakan politik. Karena menurut Peter Merkl (2010), politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (politics, as its best is a noble quest for a good order and justice). Jadi bisa dikatakan bahwa siapapun yang menginginkan sebuah tatanan sosial yang baik dan berkeadilan haruslah melalui politik. Hal ini semakin menegaskan bahwa politik merupakan alat perjuangan bagi siapa saja yang ingin membawa perubahan bagi negara ini.    
Akan tetapi kalau kita mengingat tentang bagaimana realitas dari politik sekarang ini, peran penting dari politik tidak diimbangi dengan citra yang sudah terlanjur terbentuk di dalam masyarakat mengenai politik itu sendiri. Sebagian besar orang menganggap bahwa politik itu kotor, politik itu cenderung korup, politik itu tempatnya para koruptor, dan lain sebagainya. Bahkan Peter Merkl (2010) juga merumuskan bahwa politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan sendiri (politics at its worst is a selfishgrab for power, glory and riches).
Oleh karena itu, dengan berbagai masalah yang ada dalam dunia perpolitikan Indonesia, generasi muda sekarang memang dituntut untuk berpikir kritis. Karena jika para pemuda sekarang hanyalah menjadi seorang yang pasif, maka itu akan menjadi sebuah “angin segar” bagi para “orang tua” yang memiliki kedudukan atau kekuasaan, untuk semakin mudah dalam menyelewengkan atributnya tersebut demi mememenuhi kepentingannya sendiri. Dan juga, ketika para pemuda bisa berpikir secara kritis, maka mereka akan mampu menjadi pengendali atau controller bagi kinerja pemerintah, di samping hukum sebagai pengendalinya.
Para pemuda tidak perlu khawatir tentang apakah aspirasi mereka bisa didengar atau tidak. Karena banyak sekali wadah yang mampu menampung aspirasi ataupun pendapat-pendapat mereka tersebut. Mereka bisa berbicara ataupun menulis melalui berbagai media, baik itu media cetak maupun elektronik. Dan sebenarnya tidak hanya melalui media saja, tetapi mereka juga bisa melakukannya melalui sebuah aksi, seperti dengan aksi demonstrasi.
            Dengan menjadi pengendali pemerintah baik melalui lisan, tulisan, ataupun dengan melakukan sebuah aksi, itulah sebagai salah satu bukti pengabdian serta kecintaan para pemuda terhadap tanah air. Karena dengan cinta, maka kita peduli. Seperti yang terjadi pada tahun 1998. Di mana pada tahun tersebut, dengan segala kepeduliannya terhadap nasib negeri ini, membuat para pemuda mampu menaklukkan 32 tahun kepemerintahan Soeharto. Para mahasiswa dari berbagai universitas berbondong-bondong memenuhi gedung DPR untuk meneriakkan aspirasi mereka, dan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka sampai berani menduduki gedung DPR selama 6 jam yang akhirnya mengantarkan Soeharto untuk melepaskan jabatannya sebagai seorang presiden.
          Tentu hal ini menjadi sebuah pelajaran tersendiri bagi generasi muda bahwa sekarang bukanlah saatnya bagi mereka untuk sekedar menjadi penonton ataupun pengagum dari apa yang telah terjadi. Para pemuda bukanlah sebuah boneka yang hanya bisa dipermainkan dan dibodohi oleh mereka yang ahli berpolitik. Tapi sekarang adalah saatnya bagi mereka, untuk menunjukkan bahwa sudah waktunya bagi yang muda yang bicara. Kita bicara karena kita cinta. Dan kita beraksi karena kita peduli.


0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates